Short Trip to Tana Toraja!
Sulawesi Selatan tidak pernah kehilangan pesonanya. Rasanya tidak pernah bosan menjejakkan kaki di sana. Saya dan keluarga pernah mengunjungi Makassar, ibu kota Sulawesi Selatan, saat acara family gathering kantor. Kali ini, saya kembali mengunjungi Makassar sebagai bagian dari tugas kantor berupa presentasi di forum sharing teknologi hulu. Kegiatan tersebut diadakan di Hotel Four Point Makassar pada 24-29 Juli 2017. Tak hanya untuk bekerja, saya pun menyempatkan diri untuk lebih mengeksplor Sulawesi bagian selatan.
Tiga hari terakhir adalah hari bebas! Kesempatan itu saya pakai untuk jalan-jalan ke Tana Toraja bersama teman-teman. Tana Toraja atau warga lokal kerap menyebutnya Tator, terletak sekitar 320 km dari Makassar. Butuh waktu sekitar 8 jam dari tempat saya menginap di Makassar untuk sampai di Tator.
Perjalanan ke Tana Toraja sangat mengesankan karena melewati laut dan pegunungan sekaligus! Pemandangan laut dapat dilihat di beberapa area saat perjalanan dari Makassar hingga kota Pare-pare. Sedangkan pemandangan pegunungan menjadi teman perjalanan dari kota Pare-pare hingga Tana Toraja. Namun sayang, karena perjalanan dilakukan saat sore hari, maka pemandangan laut dan pegunungan pun tidak terlihat dengan sepenuhnya. Hmm, saya jadi membayangkan lain kali saya akan melakukan perjalanan ini lagi saat pagi atau siang hari untuk mendapat pemandangan yang sempurna!
Lolai, Negeri di Atas Awan
Saya dan teman-teman berencana untuk menginap di Tana Toraja. Tujuan pertama dari perjalanan dua malam satu hari kami di sana adalah kami ingin mengunjungi Lolai, sebuah tempat yang mendapat julukan “negeri di atas awan.” Untuk mencapai Lolai, disarankan memakai mobil yang tidak terlalu besar dan mampu menanjak dalam kondisi curam. Kami mendapat kesulitan karena mobil kami termasuk kategori minibus, sehingga sangat sulit melakukan manuver, apalagi saat dalam kondisi hujan.
Baca Juga: 8 Aktivitas Seru yang Bisa Dilakukan di Bantimurung
Oya, jika hanya memiliki waktu singkat untuk mengeksplor Tana Toraja dan Lolai seperti saya, maka perjalanan perjalanan dari Makassar disarankan dilakukan pada malam hari. Banyak pengunjung yang datang untuk mengejar sunrise sekitar pukul 5-6 pagi waktu setempat. Saya dan teman-teman sampai di Lolai sekitar pukul satu dini hari. Awalnya kami ingin menginap di tongkonan atau rumah adat yang ada di Tana Toraja. Bentuknya sangat khas dengan atap melancip d bagian depan dan belakangnya. Namun niat tersebut urung kami lakukan karena tongkonan sudah penuh. Alhasil, kami pun beristirahat di lumbung padi. Untunglah, saya juga membawa baju hangat lengan panjang. Dinginnya terasa sekali!
Paginya sekitar pukul lima, sepiring pisang goreng dan kopi hangat di sebuah warung menemani kami menunggu matahari terbit. Semakin terang, semakin banyak pengunjung yang datang untuk menikmati sunrise di tempat ini, negeri di atas awan.
Sayangnya karena semalam hujan, awan tidak terlalu banyak pada pagi hari. Awan yang ada pagi itu memang agak tipis dan tidak tampak penuh, namun udara pagi di sana sangat segar apalagi setelah hujan semalam. Pemandangan dari atas bukit setinggi 1300 mdpl terlihat indah dan menyegarkan mata. What a breathtaking view! Sayang jika tidak foto-foto! Selain selfie, saya pun tidak lupa untuk mengambil beberapa shoot foto mainan di tempat ini. :)
Foto aerial dari IG @arif_suparwono (teman kantor) |
Setelah puas menikmati keindahan negeri di atas awan, kami melanjutkan perjalanan ke Kete' Kesu, sebuah komplek perumahan adat suku Toraja. Ada beberapa hal menarik disini. Apa saja?
- Bentuk rumah adat yang menyerupai perahu dan atapnya dibuat dari bambu. Di depannya terdapat lumbung padi yang bentuknya juga khas dengan adanya ukiran ayam dan matahari.
- Jumlah tengkorak kepala kerbau yang dipajang pada setiap rumah berbeda, semakin banyak kepala kerbau maka menandakan semakin kaya atau tinggi derajat yang mempunyai rumah tersebut.
- Adanya situs makam di komplek desa wisata Ketè Kesu yang berada di tebing batu.
- Saya pun juga melihat adanya kerbau besar yang sedang makan di salah satu sudut desa. Di dekatnya ada batu peresmian Desa Wisata Ketè Kesu.
- Tempat untuk membeli oleh-oleh yang sangat menarik karena banyak kerajinan khas Tana Toraja, mulai dari anyaman bambu, golok dengan pegangan khas Tana Toraja, kain tenun, dan juga ukiran-ukiran khas daerah tersebut.
Sekitar 4 kilometer dari Ketè Kesu terdapat Pasar Bolu di daerah kota Rantepau. Di sana merupakan pasar oleh-oleh yang terkenal di Tana Toraja. Namun, bererhati-hatilah bagi teman-teman yang tidak bisa makan daging babi karena di Rantepau banyak yang menjual daging babi yang telah diolah menjadi berbagai masakan.
Pemakaman Khas Tana Toraja
Setelah dari Ketè Kesu, tujuan kami berikutnya adalah makam tebing di Londa, yang merupakan sebuah komplek pemakamam di tebing batu bagi warga Tana Toraja yang bergelar bangsawan atau yang memiliki harta berlebih. Tana Toraja memang terkenal dengan proses pemakaman adat dari kerabat ataupun keluarganya. Dalam sebuah upacara pemakaman adat umumnya menghabiskan dana melebihi biaya dari pesta perkawinan secara adat untuk warga yang bergelar bangsawan dan masih menganut kepercayaan adat. Tak mengeharnkan jika ada upacara pemakaman secara adat akan menjadi suatu acara yang sangat menarik dan banyak turis yang datang..
Untuk masuk ke komplek pemakaman, harus melalui anak tangga yang tidak terlalu melelahkan. Namun untuk wisatawan yang sudah berumur tentu akan cukup menantang. Pada saat tiba di dalam komplek, tampak dua gua yang bisa dimasuki dan deretan patung-patung kayu yang dipahat menyerupai wajah atau karakter mayat yang di makamkan. Warga sekitar menyebutnya dengan sebutan
tau-tau.
Baca Juga: Menyusuri Sungai Pute di Maros Sulawesi Selatan
Baca Juga: Senang-senang di Kampung Berua Rammang-Rammang
Jika ingin masuk ke dalam gua disarankan untuk menyewa tour guide supaya bisa menjelaskan apa, siapa, dimana, mengapa, dan apa yang menarik tentang makam tersebut. Untuk memasang tau-tau di komplek pemakaman, info dari tour guide yang saya dengar butuh biaya sebesar minimal 12 kerbau! Waw! Itulah mengapa hanya yang bergelar bangsawan atau yang memiliki harta berlebih dan yang masih menganut kepercayaan adat yang bisa dimakamkan di komplek pemakaman ini.
Ada cerita menarik dari salah satu makam yang ada di dalam gua yang diletakan secara bersampingan, yaitu mereka adalah pasangan suami istri yang aslinya adalah kakak beradik. Entah cerita tersebut benar atau tidak, saya belum sempat mencari tahu kebenarannya atau hanya sebagai pemanis cerita rakyat saja.
Dan satu hal yang menarik bagi saya adalah, bahan-bahan apa yang dipakai untuk mengawetkan mayat. Info yang saya dapat terbuat dari bahan-bahan herbal, namun komposisi dan jenisnya sudah tidak ada yang tahu bagaimana membuatnya. Pemakaman tersebut tidak hanya di Londa dan Ketè kesu saja, namun masih ada komplek pemakanan yang tersebar di beberapa daerah lainnya di Tana Toraja.
Beberapa tips untuk berwisata ke Londa,ke makam atau masuk ke dalam gua:
1. Sewalah tour guide. Harga sebenarnya bebas, tapi karena memakai lampu pijar dan dikelola warga biasanya 50.000 per tour guide.
2. Siapkan fisik dan alas kaki yang baik karena menjelajah gua, walaupun cuma sekitar 50 meter namun jalanan licin dan naik turun.
3. Pakailah masker. Hal ini yang lupa saya tanyakan kepada tour guide, apakah udara dan area di dalam gua higienis dan bersih? Kebayangkan, kan, ada berpuluh-puluh mayat yang diawetkan di dalam satu gua yang sirkulasi udaranya terbatas.
4. Tetap menghormati makam dan adat istiadat setempat. Jangan mengambil ataupun memindahkan apapun di dalam gua dan di komplek makam. Alasan ini juga yang menyebabkan saya tidak mengambil gambar di dalam gua (atau karena takut ya? Hehe...).
Jika makam untuk dewasa ada di Ketè Kesu dan Londa, maka untuk makam bayi ada di Kambira. Hanya bayi yang dianggap suci yang dimakamkan di sini, yaitu bayi yang belum ada gigi, masih menyusui, dan belum bisa berjalan. Bedanya dengan makam yang ada di Londa, makam ini adalah sebuah pohon. Warga sekitar menyebutnya pohon taara', pohon ini memiliki getah yang menurut adat adalah sebagai pengganti susu ibu untuk si bayi di alam berikutnya.
Pada makam ini, jenazah bayi dimasukan ke dalam lubang yang dibuat pada batang pohon, kemudian di tutup dengan bahan ijuk. Menurut tour guide kami, belum ada lagi bayi yang dimakamkan melalui upacara adat ini. Pohon taara' ini berada di tengah-tengah pohon bambu, sehingga pohon yang dijadikan makam ini tidak terkesan sebagai makam, hanya sebuah pohon tua yang tumbang karena terkena petir.
Setelah dari Kambira, kami berjalan ke Pasar Makale yang cukup jauh namun searah perjalanan kami kembali ke Makassar. Di Pasar Makale ini terkenal akan rempah-rempah lokal yang hanya ditemukan di Tana Toraja dan tanah Sulawesi. Salah satu contohnya adalah cabe katokkon yang memang merupakan satu genus dari cabe habanero yang memegang peringat atas cabe terpedas di dunia.
Beberapa area Pasar Makale akan tercium aroma kopi khas Toraja. Ya, di sana tersedia biji kopi Toraja yang terkenal dan kita dapat melihat proses pemasakan biji kopi hingga penggilingan dan pengemasan. Kemasan yang dapat dibeli memiliki rentang harga Rp 10 ribu Rp 20 ribu, Rp 50 ribu, hingga Rp 100 ribu.
Setelah selesai dari Pasar Makale, kami pun melanjutkan perjalanan kembali ke Makassar. Karena masih sore, kami bisa menikmati pemandangan yang memang khas dari Tana Toraja, langit biru dan bukit hijau dengan adanya tebing batu yang menjulang tinggi.
Dari perjalanan ini, saya mendapat pelajaran yang sangat berharga, bahwa Indonesia negeri yang kita huni ini memang sangat luas dan kaya akan keberagaman budaya dan sumber daya yang merupakan warisan yang wajib kita jaga dan lestarikan khususnya nilai-nilai kearifan lokal yang menjadi jati diri bangsa Indonesia yang memiliki kebhinekaan yang tunggal.
Catatan:
- Total biaya yang dibutuhkan kurang lebih Rp 900 ribu/orang, sudah termasuk makan selama di Tana Toraja, transit di kota Pare-Pare, transportasi, dan tempat menginap di Lolai.
- Tulisan ini adalah tulisan Yaya Indro, lhoooo! Bubu Dita cuma edit sedikit. :) Yeay, senang sekaliiiii Yaya Indro nulis lagi di blog ini. :) Tapinya, Bubu iri soalnya enggak ikutan ke sana... -___- Nyahahaha... Semoga nanti ada rezeki dan kesempatan juga buat ke Tana Toraja. Pingin banget lihat "negeri di atas awan itu!"
-Yaya Indro x Bubu Dita-
34 komentar
tahun lalu saya juga pernah ke Tana Toraja, kagum sekali dengan kebudayaan mereka. Apalagi kalo ada upacara adat kematian yang biayanya hingga puluhan juta rupiah. Ada nomor telponnya ga mba untuk guidenya?
ReplyDeleteWaah, gak simpan nomornya mba.. :) Begitu sampai ada guide yang langsung nawarin jasanya di sana..
DeleteOoooh ternyata kalau semakin banyak kepala kerbau yang dipajang berarti semakin kaya orang yg meniggal tersebut ya. Maksudku kan keluarga berpunya ya. Wah di Pasar Makale kota bisa beli cabai terpedas di dunia. Ga nyangka di Tana Toraja kita punya rempah sebegitu hebatnya Indonesia ya mbak ��
ReplyDeleteIya mba Nurul tanda kekayaan seseorang bisa dilihat dari situ.. :)
Deleteitu nggak serem mba, lewatin londa, kambira, dan kete ketsu? iiih.. kebayang lihat bayi di masukin ke dalam batang pohon.. duh bayangin aja dah kasian. Aksian mereka nggak dikubur dengan baik. Saya kalau jadi ibunya bakalan nangis terus tuh di batang pohon itu. Trus, apa ngga bau busuk ya?
ReplyDeleteAku aja yang liat fotonya doang udah serem mba Ade.. Itu diawetkan pakai bahan-bahan herbal gitu mba jadi mengurangi baunya..
DeleteBawa anak nggak Kak kesananya?
ReplyDeleteDari masih single saya pengen banget ke sana cuma agak berat dengan 8 jam perjalanannya -.-"
Sekarang uda keburu punya bayi, huhuhu.... Nyesel banget....
Enggak sama anak, soalnya itu pas suami ada acara kantor trus sekalian jalan-jalan ke Toraja.. :) Aku yo pingin banget mba ke sana, nanti pas anak-anak udah gedean.. :D
DeleteSerem ga itu liat makam2? Kok aku merinding yaa liatnya hihi. Tapi suatu saat kepingin sih, mudah2an terlaksana traveling ke tempat unik dan eksotik.
ReplyDeleteSereeeem, liat fotonya aja aku serem mba Tetty.. Yuk, mba aku juga pingin pankapan ke sana.. :)
DeleteWalah kirain bubu dita yang ke sana, ternyata suaminya ya. Hem boleh juga nih aku nulis cerita perjalanan suami di blogku heheh
ReplyDeleteHahaha harus dimanfaatkan itu mba.. Lumayan buat ngisi konten blog, kaaan.. wkwkwk
DeleteSenangnya ke Tana Toraja. Btw nulisnya emang "Tana" ya, bukan "Tanah"? Kirain selama ini "Tanah".
ReplyDeleteAku pernah liat tayangan ttg lokasi makam2 itu dr tipi aja hehe.
Moga2 bisa ke sana suatu waktu nanti aamiin :D
Aamiiiin.. Iya mba April tulisannya Tana bukan Tanah.. :)
DeleteHmmm Tana Toraja ini satu satunya tempat dinegeri ini yg tdk pernah Mak pikirkan untuk didatangi. Pdhal kata bbrp tmn, tempatnya indah tapi Mak sudah ngeri dengan kuburannya itu plus lihat banyak anjing bertebaran disana. Lgsg ciut hati Mamak🙈🙈. Mudah2an Mamak berubah pikiran setelah baca tulisan ini ya wkwkwk
ReplyDeleteBaguuuuusss mak tempatnya.. Apalagi yang di Lolai.. :D Yuk, mak ke sana..
Deleteaku baru liat di tipi aja tentang tana toraja, itu aja udah berasa spooky-nya, gimana klo pas ke lokasi ya ? bawa bocah piyik kayak mada kayaknya dia bakal ngibrit duluan kali ya dgn suasananya hihihi
ReplyDeleteHihihi iya mba, kalo ke tempat kayak gini mending bawa anaknya udah rada gede aja kali yaa.. Lah kalo masih cilik ntar dia bisa liat yang macem2 piyeee.. :D
DeleteBelom pernah ke Tana Toraja, ngeliat potonya agak serem gimana gitu. Tapi ya daerab sana kan emang yg uniknya ya ttg proses pemakaman ya mba. Jadi kebudayaan yg khas buat Indonesia. Pan kapan semoga bisa ke sana :D. Apalagi sambil kerja jalan jalan, lah enak bener itu haha
ReplyDeleteIyaaa, terus aku iri gitu Mel sama suami akuuu.. hahaha :D
DeleteTana Toraja itu memang mengesankan. Apalagi uapacara adat Rambu Solok. Bubu Dita ga sempet lihat ya?
ReplyDeleteAku gak ke sana mba Nurul.. Hihi Tapi pingin pankapan ke sana juga.. :D
DeleteLuar biasa ya Indonesia itu, banyak banget tempat yang baguuus untuk dijelajahi. Semoga suatu saat nanti kesampaian ke Tana Toraja ini. Cuma kalau ke sini kayanya nggak pas kalau sama keluarga dan bocil ya?
ReplyDeleteIya mba Tya kalo ngakak anak kecil aku ku juga mikir-mikir, deh.. Tapi bagus banget emang tempatnya, kan.. :D
DeleteHello 👋, liburan ke toraja memang liburan yang susah dilupain ya. Terutama pemandangan di Lolai, bikin takjub sekali. Perjalan dari Makassar Toraja memang bagusnya di lakukan pagi hari, biar bisa lihat pemandangan laut yang membentang di sisi kiri jalan. Dari pangkep,pare2 sdt kita akan di buai oleh pemandangan laut di sisi kiri, dan pegunungan batu di sisi kanan. Apalagi kalau sudah sampai enrekang, di sisi kanan jalan akan terlihat jelas Gunung Nona yang cantik.
ReplyDeleteNice sharing banget 👍
Huaaahh seru banget ya mba.. Aku jadi pingin juga ke sana dari Makasar pas masih terang biar bisa ngeliat pemandangannya.. :D Pingin juga sampai Enrekang.. Semogaaa kesampaian ke sana.. Hehe Triims ya mba..
DeleteIndonesia memang indah ya,dengan keragaman budaya dan adat istiadat,kalo pemndangan alamnya tdk perlu diragukan lagi keindahannya. Aku jg penasaran bgt sm tana toraja ini,penasaran sm makam2nya.
ReplyDeleteAku pun penasaran pingin liat langsung.. Tapi perjalanannya memang jauh dari Makassar.. Semoga pankapan kita bisa ke sana ya mba.. :D
DeleteSayang bgt pas ke makasar kemarin aku ga ke tator.. Krn mepet waktunya. Padahal pgnnnnn bgt krn sejarah pemakamannya itu menarik.. Ada unsur mistis pula :D. Kapan2 hrs bisalah ke sana mba :)
ReplyDeleteBisa pastiiii.. Yuk, mba Fan kita ke sana.. Perjalannya rada jauh dan lama sih ya mba.. Gak bisa kalau cuma sebentar di Makassar..
Deletepenasaran dengan pemakaman di sana, pingin bisa ke sana
ReplyDeleteAamiiiin semoga bisa kesampaian ke sana ya Mba Tira, kudoakan.. :)
DeleteAku belum ke Tana Toraja mba soalnya emang jauh banget. Asik kalau ada waktu 3 hari nganggur wajib ke sana. Aku pas ke Makassar malah ke Selayar, mba. Hehhee
ReplyDeleteNah, Selayar aku belum tau mba Alida.. Iya mba berharap ada bandara langsung ke Tator ya.. hehe.. :)
Delete