Solo, Kota Kenangan yang Selalu Dirindukan
Kereta Senja Utama menembus dinginnya angin malam. Di luar jendela tampak titik-titik lampu rumah penduduk dalam keheningan. Suasana di dalam kereta pun serupa, sepi, orang-orang sudah dibuai dengan mimpinya masing-masing. Saya pun beranjak tidur dengan selimut yang menghangatkan badan. Tak lama, saya pun pulas tertidur hingga hampir sampai di kota tujuan.
Subuh baru saja berlalu. Namun rupanya
matahari belum muncul menyambut kami di Solo Balapan. Tak mengapa, karena
sesampainya di rumah eyang, nasi liwet hangat berbungkus daun pisang dan ketan gula jawa sudah siap
tersaji menyambut kedatangan kami untuk segera disantap. Setiap kami datang
saat liburan sekolah, almarhumah eyang putri tiap pagi punya rutinitas yang
sama. Saat subuh, ia membeli nasi liwet dan ketan gula jawa di si mbok
langganan untuk sarapan pagi kami.
Suasana di dalam kereta, dinginnya
stasiun Balapan saat kami sampai, becak yang mengantar kami dari stasiun sampai
rumah eyang, hingga gurihnya rasa nasi liwet yang dibeli eyang putri masih
terekam jelas di ingatan. Padahal itu terjadi 20 sampai 25 tahun yang lalu.
Rindu!
***
Ya, tak bisa disangkal, Solo memang
menjadi kota destinasi yang selalu saya rindukan. Banyak kenangan masa kecil di
kota itu yang masih lekat di ingatan. Suasana kota yang nyaman membuat hati
ingin selalu mengunjunginya. Namun, kuliner Solo lah yang ternyata membuat saya
jatuh cinta. Istilah dari lidah turun ke hati rasanya memang tepat adanya.
Tak hanya nasi liwet yang jadi favorit. Selat
solo yang segar pun jadi nomor teratas dalam daftar makanan yang paling saya
sukai. Selat solo berisi rebusan sayur seperti wortel, tomat, buncis, mentimun,
daun selada, ditambah telur rebus, lalu diguyur dengan kuah mirip semur dengan
daging sapi. Keripik kentang di atasnya membuat tekstur makanan ini lebih kaya.
Yang membuat rasanya jadi makin istimewa adalah adanya semacam saus mayones
buatan sendiri. Saus ini rasanya sedikit asam, saat dipadu dengan kuah yang
manis menurut saya jadi sempurna!
Selat solo yang dibawa sebagai bekal di perjalanan. |
Ada banyak penjual selat solo di berbagai
sudut kota. Namun sampai saat ini, selat solo yang paling enak rasanya bagi
saya adalah buatan tante yang kini sudah tiada. Ya, dari dialah saya mengenal
makanan khas ini untuk pertama kalinya saat kecil. Tante yang memang jago masak
dan punya usaha katering ini membuatnya saat saya berkunjung ke rumahnya di
Solo. Begitu mencicipi, saya langsung jatuh hati. Kangen rasanya ingin mencicipinya
lagi. Tapi.... Ah, kangennya!
Di Solo juga ada satu makanan yang
sangat terkenal. Soto gading namanya.
Soto ini bukan soto biasa. Penggemarnya dari orang biasa hingga pejabat negara.
Setiap ke Solo, soto legendaris ini selalu jadi daftar kunjungan kuliner wajib
bagi saya. Soal harga jangan ditanya. Meski disukai orang-orang besar petinggi
negeri tetap saja harganya sangat terjangkau.
Soto gading sebenarnya berupa soto
bening berisi soun dan suwiran ayam dengan kaldu yang begitu terasa. Saya tak
lupa menikmatinya bersama sate paru yang jadi favorit saya. Tak hanya sate
paru, ada berbagai elemen tambahan yang bisa semakin menambah cita rasanya. Ada
sate daging sapi, perkedel, tahu, tempe, hingga empal pun tersedia. Tapi saya
pernah juga kecewa berat karena saat sudah duduk di dalam warung dan tak sabar
untuk menyantapnya ternyata sate paru sudah habis tak bersisa! Jika terlambat
sedikit saja bisa-bisa kita tak bisa menikmati soto gading beserta menu
lainnya. Penggemarnya banyak, sehingga selalu ramai dikunjungi. Saya tidak
heran. Rasanya mantap, sih!
Segarnya soto gading yang maknyuuuus... |
Soto gading berpadu dengan sate-satean dan es jeruk. |
Jika malam menjelang, minum wedang ronde bisa jadi pilihan.
Dinginnya malam dapat terselimuti oleh hangatnya kuah jahe dari wedang
ronde. Beberapa bulan lalu saat saya ke Solo, saya pun sempat juga menikmati
wedang ronde yang mangkal di sekitar Manahan.
Wedang ronde yang mengangatkan malam. |
Ingin mencoba minuman lain khas kota
ini? Datang saja ke Pasar Gede lalu carilah dawet selasih! Berbeda dengan dawet pada umumnya, dawet ini memakai
biji selasih serta berisi butiran-butiran cendol, ketan hitam, dan tape yang
dipadukan di dalam kuah santan encer dan es. Siapkan diri karena biasanya
banyak yang mengantri. Apalagi di siang panas yang terik, dawet ini memberi
kesegaran seperti oase.
Dawet selasih yang dijual di Pasar Gede. |
Baca Juga: Kemeriahan Pasar Gede Solo Saat Imlek
***
Kuliner Solo memang tiada duanya.
Berbagai makanan khas kota itu mampu membuat rindu. Tak hanya kuliner, seni
budaya di Solo pun sungguh memikat dan memesona. Salah satunya adalah pertunjukan wayang orang.
Sampai kini wayang orang masih eksis
dan mempunyai penggemarnya sendiri. Pertunjukan yang sehari-hari digelar di
Gedung Wayang Orang Sriwedari saban malam ini ternyata sudah berusia kurang
lebih 106 tahun!
Kata orang, belum lengkap rasanya ke
Solo tapi tidak menonton pertunjukan ini. Saya pun pernah menontonnya
langsung di sana dan terpesona. Walaupun tak mengerti bahasa Jawa yang
para pemain ucapkan, namun keluwesan mereka menari serta make up yang atraktif
mampu memikat mata dan membuat saya berdecak kagum. Tak jarang saya juga
ketakutan saat pelakon antagonis dengan make up bermuka merah mulai beraksi di
panggung. :) Saya berharap semoga wayang orang tetap hidup selamanya.
Seni tari dari kota budaya ini juga
memikat hati. Beberapa kali saya melihatnya dalam acara perkawinan yang memakai
tradisi Solo yang kental. Tari bedhoyo
ketawang merupakan salah satunya. Tarian ini biasanya dipentaskan oleh 9
orang penari perempuan yang konon harus perawan. Sebelum pentas mereka harus
puasa sehingga suci lahir dan batin. Para penari dengan sangat gemulai
menggerakkan tangan, kaki, kepala, dengan selendang dan diiringi musik gamelan.
Tarian ini juga biasa dipentaskan di
Keraton Solo.
Tari Bedhoyo Ketawang di pernikahan. |
Rasa kekaguman akan budaya Solo dan rasa memiliki yang mengalir dalam diri, saya wujudkan saat saya menikah. Di hari yang sangat bahagia itu, saya memakai tata rias yang menjadi khas Solo putri yaitu paes. Paes yang terbuat dari campuran malam ini diukir di sepanjang dahi dengan warna hitam sempurna. Ada pun paes Solo putri yang dibuat berbentuk gajahan yang terletak di tengah-tengah dahi, pengapit yang mengapit gajahan, penitis yang ada di atas ujung alis, serta godheg yang ada di depan telinga. Paes Solo ternyata juga menyimpan filosofi yang mendalam. Paes ini menyimbolkan kehidupan yang makmur dan sentosa atau gemah ripah loh jinawi.
Paes Solo putri, riasan saat saya menikah. (Foto oleh: Kebon Foto 43). |
Saat masih kecil, saya kerap kali jadi "patah". "Patah" adalah sebutan bagi anak-anak yang bertugas untuk ikut kirab dan mengipasi pengantin di pelaminan. Nah, setiap kali tahu akan menjadi patah, saya pasti kegirangan. Saya sangat terpesona oleh pengantin Jawa, terutama yang memakai riasan khas Solo Putri. Sejak itu pula saya ingin saat dewasa nanti saat menikah saya memakai riasan yang sama. Dan keinginan tersebut pun sudah terwujud. :)
***
-Bubu Dita-
Beberapa bulan yang lalu saya kembali mengunjungi Solo untuk
yang kesekian kali. Namun kali ini kedatangan saya lebih istimewa karena
kedua anak saya, Boo dan Mika, ikut serta.
Selepas dari Solo, Boo pun berujar pada saya, "Buu, Boo mau
naik pesawat agi ke Soho (Solo)." Saya pun membalasnya, "Boo senang,
ya, ke Solo?" Boo pun menjawab dengan mantap, "Iya!"
Mungkin naik becak di sepanjang Jalan Slamet Riyadi,
melihat rusa dari dekat di Taman Balekambang, bermain di taman Hotel
Dana yang bersejarah, mengelilingi alun-alun di malam hari dengan becak
kelap kelip atau menikmati banyaknya lampion merah menyala di Pasar Gede
akan terus melekat diingatannya sampai ia dewasa. Sama seperti saya
yang terus mengingat kota itu.
Boo menatap runway di Bandara Adi Soemarmo yang basah terkena hujan. |
Meski bukan kota kelahiran, meski bukan kota tempat tinggal, tapi kota Berseri selalu ada di hati. :)
Tulisan ini diikutsertakan dalam lomba Blog Visit Jawa
Tengah 2016 yang diselenggarakan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Tengah
@VisitJawaTengah (www.twitter.com/visitjawatengah)
13 komentar
Solo murah dan makanan enak
ReplyDeleteItuuu yg aku suka om, muraaah yaa. Perut senang, dompet bahagia.. hihi :D
Deletegw kenal selat solo juga karena maen ke rumah lo, Ta. menu itu selalu ada ya apapun acaranya. hihihi...
ReplyDeletebtw, kalo mayonaise asemnya itu diganti yoghurt plain bisa juga kali ya?
Ahahaha iya ya fii.. :D Mungkin bisa ya, gw jg blum pernah nyoba.. itu saus aslinya klo gak salah dari kuning telur rebus dipakein cuka dikit..
Deletegw kenal selat solo juga karena maen ke rumah lo, Ta. menu itu selalu ada ya apapun acaranya. hihihi...
ReplyDeletebtw, kalo mayonaise asemnya itu diganti yoghurt plain bisa juga kali ya?
Solo juga kota yg selalu aku rindukan :) Sotonya bikin ngiler yaaa, duh jadi kangen!
ReplyDeletePas nulis ini aku pun jd makin kangen dan pingin makan semuanya mbaa hihi..
DeleteDi Solo makanannya enak-enak. Jadi kangen masakan sana.
ReplyDeleteEnaaak bgt mba, murah pula. Kuliner Solo emang bikin kangen bgt.. :)
DeleteSolo! aku suka ke SOlo, pas ada teman yang tinggal di asrama tentara, jadi bisa nginap ditempatnya....Makanannya enak enak, dan muraaah....aku pasti kembali kesana ...Mau nasi liwet mbak :D
ReplyDeleteDi Denmark gak ada nasi liwet ya mbaaa.. Hehe.. Ayo Mba Dewi bikin aja klo gitu.. :D
DeleteAku mau main-main ke kotanya pak Jokowi hehe. Udah lama mau ke sini, tapi gak jadi-jadi :(
ReplyDeleteomnduut.com
Jadiin Om, nanti udah sekali ke sana jadi pingin lagi pingin lagi om.. hehe.. :D
Delete